kembali fitri
oleh : Wo Ai Te Mimi*
Hari ini
merupakan hari yang sangat spesial untuk Ria. Di mana seorang BMI asal Lampung
yang telah bekerja selama lima tahun di Hongkong ini bisa melaksanakan shalat
Ied untuk yang pertama kali. Walau sebenarnya hati gemetar menyambut hari yang
fitri, namun dengan senyumnya yang bersahaja Ria mampu menyembunyikan segala
kegundahan yang erat mengikat di relung hatinya. Dengan mengenakan gamis putih
dan kerudung warna biru, Ria melangkah anggun memasuki gerbang victoria park
menuju shaf para jamaah putri yang bersiap untuk melaksanakan shalat Ied. Rasa
ragu kadang bergelanyut dalam benak lantaran dosa-dosanya di masa lalu, yang
hampir tiap hari mengusik ketenangan jiwanya selama enam bulan terakhir ini.
Namun tekadnya yang kuat untuk bertaubat membuat langkahnya makin di percepat.
"Bukankah Allah maha pengampun..." gumamnya dalam hati meyakinkan
diri. Sementara kakinya terus melangkah memasuki shaf para jamaah putri.
Tibalah Ria pada shaf ketiga. Lalu di antara jamaah lain yang
juga tengah menunggu shalat di mulai, dengan cekatan ia menggelar plastik di
atas rerumputan basah sebagai alas. Makhlum saja, hujan deras yang memandaikan
Hongkong semalam masih menyisakan suasana lembab dan basah, terutama pada
pucuk-pucuk rerumputan yang tersebar luas tumbuh di lapangan hijau victoria
park, yang kini di penuhi oleh para jamaah bermukena. "Bismillah, ya
Rabb... Semoga hamba khusyuk saat memujamu." ucap Ria lirih sambil
menangkupkan kedua telapak tangan di wajah, sebelum akhirnya ia dan jamaah lain
hanyut dalam munajat-munajat suci dan bersujud simpuh pada Yang Maha Agung.
Diantara jamaah lain yang asyik bertakbir, Ria masih khusyuk
berdoa semenjak shalat Ied usai sekitar sepuluh menit yang lalu. Nampaknya,
berbagai rasa tengah berkecamuk dalam hatinya. Entah penyesalan atau kerinduan
lantaran jauh dari sanak saudara. Terlihat jelas dari matanya yang sembab oleh
airmata. Sementara bibhr yang terus bergetar tanpa suara menandakan rasa
tertahan yang sulit untuk di ungkapkan. Hanya sesekali terdengar rintihnya
memohon ampun pada Allah SWT dengan suaranya parau. "maafkan atas segala
khilaf hamba ya Allah..." rintihnya pilu penuh penyesalan.
Isak tangis Ria mulai terdengar ketika telinganya sayup-sayup
menangkap suara tausiyah yang di sampaikan oleh ustadz Jalal, yang mana juga
menyinggung seputar kehidupan BMI di negeri beton, dan kini masih terjerumus
dalam lembah kemaksiatan seperti lesbi. "Bersikaplah sesuai dengan kodrat
kita masing-masing. Dan sesungguhnya Allah SWT melaknat para wanita yang
berpenampilan seperti laki-laki, dan seorang laki-laki yang berpenampilan
seperti perempuan. Kecuali mereka bertaubat." terang ustadz Jalal penuh
antusias, yang langsung di sambut dengan tepuk tangan meriah oleh para jamaah
tanda menyepakati ucapanya.
Demi mengetahui hal itu, Ria makin tergugu di tempatnya
bersimpuh. Teringat akan kenangan pahit masa lalu ketika seluruh teman
memanggilnya dengan nama Rio lantaran ia seorang lesbi. Menyesal? Enggak.
Bahkan Ria sangat bangga mendapat nama baru sebagai Rio kala itu. Tapi kini ia
menyesali semua itu, menyesali saat-saat di mana ia menghabiskan hampir seluruh
hari liburnya hanya untuk bersenang-senang di Galaxy. Suatu tempat di mana ia
bebas berjoget ria di bawah gemerlipnya lampu diskotik bersama maya, kekasihnya
yang tentu berjenis kelamin sama.
Sejak saat itu Rio yang berperan sebagai cowok menjadi sangat
liar. Bukan hanya miras yang ia cicipi, bahkan pil ekstasi pun tak jarang ia
nikmati. Sebelumnya memang ia menolak saat pertama kali di tawari barang haram
tersebut oleh Maya. Namun demikian, Maya yang telah menginjakkan kaki selama
sepuluh tahun di Hongkong, dan sudah delapan tahun menjadi lesbi itu terus
membujuk tiada henti. "ayolah, sayang... Cobalah barang ini, Kamu pasti
akan merasakan kebahagiaan yang belum pernah kau rasa sebelumnya." bujuk
Maya kala itu dengan suara khasnya serak-serak basah, sambil menyodorkan 2
butir pil ekstasi pada Rio. Sementara Rio yang saat itu baru saja tiga bulan
dan masih tergolong baru dalam dunia lesbi, akhirnya tergiur juga oleh bujukan
Maya. Apa lagi saat itu cuma Maya satu-satunya orang yang paling ia cintai
lantaran maya selalu hadir dan mengisi hari-harinya, sehingga ia terjauh dari
rasa jenuh dan kesendirian. Bukan hanya itu, bahkan kebutuhan biologispun bisa ia
dapatkan dari maya. Dan jelas saja hal itu membuatnya tak dapat hidup tanpa
maya, kekasihnya.
"aaa..." teriakan histeris Ria memecah, membelah
tiap jeda tempat pada barisan para jamaah, yang sontak menyedot perhatian
mereka kearahnya. Sepertinya penyesalan akan kehidupannya dulu benar-benar
membuat ia lost control. Kedua tangannya nampak kuat meremas sajadah, tempat di
mana ia tersungkur dan menangis pilu di tempat umum, di antara para jamaah di
hari yang fitri. Dengan keadaan Ria yang demikian, tentu saja mengundang rasa
iba bagi siapapun yang menyaksikan, termsuk mbak Nana. Salah satu jamaah yang
duduk tepat di sebelah Ria ini bergegas meraih tubuh Ria dan mencoba untuk
menenangkannya ke dalam peluk kasih layaknya seorang ibu. "tenang, nduk...
Istighfar," tutur perempuan paruh baya itu lembut dan mengelus rambut Ria
yang terbalut kerudung biru.
Ria terus terisak. Masih jelas terlihat gambaran masa lalunya
ketika pertama kali ia mendengar kabar tentang perselingkuhan antara Maya,
kekasih hatinya dengan seorang lesbi yang ia kenal dari Maya pula sekitar
2tahun yang lalu, Boy. Tak pernah terpikirkan jika mereka akan menikamnya
diam-diam. Padahal selama ini hubungannya dengan Maya berjalan baik-baik saja.
Sementara si Boy juga di kenalnya sebagai teman yang baik juga. "maaf,
Rio... Aku baru berani jujur sekarang, setelah Maya dan Boy pulang ke indonesia
sejak seminggu yang lalu." ungkap Ernes via telepon kala itu. Salah satu
teman akrab Maya pun mengungkapkan perselingkuhan itu setelah di paksa oleh Rio
untuk bercerita dan memberi tahu keberadan Maya yang tiba-tiba menghilang satu
minggu terakhir ini. Padahal sebelumnya hampir tiap hari Maya menghubungi Rio.
Tapi sejak seminggu terakhir ini tak pernah ada lagi nomornya yang masuk.
Bahkan nomor teleponenya sudah tak aktif lagi ketika di hubungi.
"kenapa kamu gak kasih tau aku sejak dulu, hah?"
tanya Rio kesal dan mendesak. Ia syok saat mengetahui Maya dan Boy pulang ke
tanah air tanpa sepengetahuannya. "aku takut, Rio. Dulu Maya mengancam
akan melaporkanku ke polisi jika sampai membeberkan rahasianya, lantaran aku
yang over stay. Sedangkan kamu sendiri juga tau kalau Maya itu nekad."
jelas Ernes membela diri. Rio terdiam... Membiarkan teleponya menggantung.
Remuklah sudah hati Rio kala itu. Tak tau lagi apa yang hendak di lakukan
setelah sang penambat hatipun lenyap dari hidupnya. Padahal selama ini dia
sudah berusaha mati-matian agar hubungannya tetap terjaga. Bukan hanya uang
yang telah ia korbankan, bahkan satu-satunya mahkota paling berharga yang ia
punyai pun di serahkan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan biologis, demi
melihat senyum kekasihnya itu. Tapi semua sia-sia, dan Maya hanya menganggap
semua itu angin lalu dan gak penting sama sekali.
Rio mulai gelap mata. Tubuhnya menggigil menahan segala rasa
yang berjejal di hatinya. Namun begitu ia enggan menangis, Airmatanya tetap
erat terbendung. Karena baginya sangat pantang jika seorang Rio harus menangis
dan meratapi kehidupan yang penuh dengan kekerasan, "Lakukanlah sesuatu
sampai akhir tanpa di iringi dengan isak tangis" Demikianlah kata hatinya.
Yang memang telah membeku karena keangkuhannya lantaran bangga menjadi seorang
lesbi.
"aku ingin mati," hanya kata itu yang ada dalam
benak dan hatinya, hingga tiba-tiba di rasa seseorang menarik tubuhnya hingga
terhempas di lantai, saat mendapatinya hendak terjun melalui jendela dari
lantai 20, di tempat ia bekerja. "ada apa ini? Apa kamu mau mati? Kalau
mau mati jangan disini. Pergi dan tuntaskan dulu urusanmu dengan ku, baru kamu
bisa mati dengan tenang." umpat majikannya bersungut, yang tiba-tiba
pulang membuka pintu sendiri tanpa sepengetahuan Rio, dan mendapati Rio dengan
satu kakinya sudah tergantung keluar jendela. Padahal biasanya sang majikan
selalu mencet bel dulu.
Sementara Rio hanya terdiam. Tak menghiraukan omelan majikan
yang geram dan ketakutan. Bahkan ia tak berontak sedikitpun ketika di pulangkan
ke agen saat itu juga. Seperti orang linglung, mulutnya terkunci tak tertarik
merespon tiap pertanyaan-pertanyaan yang di lempar oleh majikan maupun agency
yang amarahnya mulai membuncah. Cuma nampak sesekali ia mendengus lesu.
*******
Jam 4 dini hari ketika Rio terbangun oleh suara salah satu
temannya melantunkan ayat-ayat suci Al-quran di boarding house. Teman yang
sesama BMI itu melantunkan ayat-ayat suci dengan merdunya sehingga membuat Rio
berasa nyaman dan tentram di antara dingin angin winter yang tajam menusuk
tulang rusuk. Nampaknya setitik cahaya hidayah telah menyinggahi ruang hatinya,
sehingga ia tersadar bahwa selama ini telah melupakan satu hal, Tuhan. Kemudian
dengan serta merta matanya memicing melawan rasa kantuk dan beranjak mendekati
temannya yang masih asyik bersenandung. "mbak, maukah mbak ngajarin aku
ngaji?" celetuk Rio, yang spontan membuat temanny tersebut terhenti bersenandung.
"dengan senang hati," jawabnya singkat sambil tersenyum menoleh Rio.
Senyum yang teduh, teduh sekali. Sejak saat itulah Rio mulai berhijab dan
mengubur segala masa lalunya. Nama Rio telah terganti lagi dengan Ria, yang
merupakan nama asli hadiah pertama dari orang tuanya.
***
"sabar,
sayang... Allah pasti memaafkan segala khilafmu." tutur mbak Nana lembut.
Jam menunjuk pukul 11.00. Tak terasa hari beranjak siang. Sebagian para jamaah
sudah bubar meninggalkan tempat. Sementara Ria masih memasrahkan dirinya dalam
dekapan perempuan paruh baya tersebut. Membiarkan angin kedamaian menelusup ke
dalam rerung hati keduanya. Dengan sisa isak tangisnya, ia hanya mampu berucap
"terima kasih" untuk seseorang yang rela menjadi sandarannya saat
ini.
The end
*tengah
bekerja dan menyelesaikan Study di Hokong
Sukses selalu dalam menjalankan tugas studynya di hongkong.Semoga berhasil ya. :)
BalasHapusawesome blog!
BalasHapus