Halaman

Selasa, 16 Oktober 2012

Kembali Fitri



kembali fitri
oleh : Wo Ai Te Mimi*

Hari ini merupakan hari yang sangat spesial untuk Ria. Di mana seorang BMI asal Lampung yang telah bekerja selama lima tahun di Hongkong ini bisa melaksanakan shalat Ied untuk yang pertama kali. Walau sebenarnya hati gemetar menyambut hari yang fitri, namun dengan senyumnya yang bersahaja Ria mampu menyembunyikan segala kegundahan yang erat mengikat di relung hatinya. Dengan mengenakan gamis putih dan kerudung warna biru, Ria melangkah anggun memasuki gerbang victoria park menuju shaf para jamaah putri yang bersiap untuk melaksanakan shalat Ied. Rasa ragu kadang bergelanyut dalam benak lantaran dosa-dosanya di masa lalu, yang hampir tiap hari mengusik ketenangan jiwanya selama enam bulan terakhir ini. Namun tekadnya yang kuat untuk bertaubat membuat langkahnya makin di percepat. "Bukankah Allah maha pengampun..." gumamnya dalam hati meyakinkan diri. Sementara kakinya terus melangkah memasuki shaf para jamaah putri.

Senin, 08 Oktober 2012

JUARA DUA SAJA



Menceritakan seorangan anak laki – laki yang duduk di bangku SD dari keluarga miskin yang bernama Slamet. Ketika si sekolahan ia merasa malu kepada teman – temannya karena sepatu yang ia pakai sudah tidak layak (bolong) di bandingkan dengan teman – temannya.Karena hal itu, ia merasa sedih dan selalu menyendiri.
Pada suatu ketika di sekolahan mengadakan lomba lari kelereng. Juara 1 mendapatkan seragam sekolah baru, Juara 2 mendapatkan 1 pasang sepatu dan Juara 3 mendapat buku tulis. Slamet pun mendaftarkan menjadi salah satu peserta dalam perlombaan tersebut berharap mendapat juara 2 dan bisa memakai sepatu baru yang sejak lama di idam – idamkan.
Slamet berlatih keras untuk menghadapi lomba lari kelereng. Dan hari perlombaan yang ditentukan telah tiba. Dengan percaya diri ia mengikuti lomba kelereng, dengan perjuangan yang sangat dramatis. slamet yang berharap  mendapat juara dua mala mendapatkan juara pertama. Ia sangat sedih, saat menerima hadiah Slamet seakan tidak relah dan memandangi sepatu itu.
Pada saat di rumah Slamet merasa lesu tanpa gairah sambil melihat seragam barunya. Tanpa diduga – duga teman sekelas datang ke rumah Slamet. Ia pun terkejut ketika salah satu temanya memebrikan sebuah kado kepadanya. Setelah dibuka ternyata sepasang sepatu baru, Slamet senang sekali dan berterima kasih kepada teman – temannya.
Kini Slamet sudah mempunyai Sepatu dan seragam baru. Ia berangakat sekolah dengan sangat percaya diri. Namun setibanya di gerbang sekolahan, murid – murid berkerumun selamet mendekati kerumunan itu ternyata sekolahannya di gusur untuk pembangunan waduk.

BAHAR


Desah dedaunan mengusik kesunyian. Malam ini begitu kelam, tak satupun cahaya yang sudi menerangi. Hanya suara jangkrik dan burung hantu yang mengiringki langkahku. Aku terpaksa jalan kaki untuk menemui Bahar di pinggir sungai dekat makam mbah parjo yang terkenal angker itu. makam itu ditaruh sendirian dekat sungai itu. menurut para sesepuh desa mbah parjo sendirilah yang meminta untuk dikubur di pinggir sungai dekat gubuk tempat biasa ia istrahat siang setelah meladang. Dan kini aku dengan terpaksa harus menemui cecenguk satu yang ulah apalagi yang mau dilakukan.

Aku dan Soe Hok Gie



Sepertinya aku telah kagum terhadapmu. Sejak awal perkenalanku denganmu diawal tahun 2006 yang lalu. Kau begitu menggodaku, entah apa yang menarik pada dirimu namun perasaan ini begitu kuat terhadapmu. 

Jalan Surga UntukKu



Mengenang kelahiranku adalah membuka lembaran kenangan yang mengaharukan bagi kedua orang tuaku. nafi’atun dan suyatno sepasang suami istri belia yang tinggal bersama orang tuanya di grenjengan karena belum cukup uang untuk membangun rumah. Meskipun demikian baik ayah ataupunu ibuku saling mencintai dan menyayangi. Dan aku adalah bukti cinta mereka.

UNTUK HIDUPKU



Pagi itu mungkin pagi yang paling sejarah dalam hidupku. hari kamis legi tgl 01 januari1996, di rumah sederhana yang beralamat di tengguli grenjengan rt 03 rw 06. Dimana aku terlahir, menghirup udara dan aroma tanah untuk pertama kali. 

Kamis, 27 September 2012

NEVER SAY GOOD BYE



Malam yang buntu.
Semilir angin menggoyangkan pucuk dedaunan dari pohon Akasia di penghujung jalan. Sang rembulan enggan hadir malam ini, begitupun dengan para bintang yang berkelip malu-malu, awan mendung yang berarak membalutkan selimut dingin pada semesta. Gelap, juga hening. Sejalan dengan keheningan sepasang insan yang sedari awal saling berdialog dengan tatapan matanya yang terasa sepi.